IDENTIFIKASI BENTUKLAHAN DAN PROSES GEOMORFOLOGI
SUNGAI PROGO DI DESA CANDIREJO, BRORBUDUR, MAGELANG
Achmad Fadhilah
Jurusan Pendidikan Geografi, FIS, UNY.
Abstrak
Berbagai
bentuklahan dan proses geomorfologi dapat kita alam di sekitar kita. Salah satu
contoh bentuklahan dan proses geomorfologi terdapat pada aliran Sungai Progo.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuklahan asal prses fluvial di Sungai Progo yang
berada di Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelnga, Jawa Tengah.
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis
yang mengacu pada sumber-sumber literatur dan citra satelit. Hasil dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa Sungai Progo di Desa Candirejo memiliki
variasi bentuklahan asal proses fluvial. Hal tersebut dicirikan oleh
bentuklahan yang dihasilkan antara lain: pola aliran meander dan braided stream,
point bar, dan dataran banjir. Aliran Sungai Progo di Desa Candirejo merupakan
sungai berstadium dewasa dan termasuk zona transportasi. Ditandai dengan adanya
pengangkutan muatan sungai oleh aliran berupa muatan dasar (bed load) dan muatan tersuspensi (suspended load). Namun demikian, pada
Sungai tersebut juga berlangsung proses erosi dan deposisi.
Kata kunci: bentuklahan,
proses geomorfologi, Sungai Progo, fluvial.
Pendahuluan
Salah satu cabang dari ilmu kebumian
adalah kajian mengenai bentuklahan atau geomorfologi. Di dalam kajian
geomorfologi terdapat berbagai macam sub-kajian sesuai bentuklahan yang
dibahas. Bentuklahan yang dihasilkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
merupakan konsep dasar dalam geomorfologi. Misalnya perkembangan suatu
bentuklahan dipengaruhi oleh intensitas proses fisis yang berlangsung pada
suatu bentuklahan. Intensitas proses fisis tidak selalu sama setiap waktunya.
Sehingga akan menghasilkan bentuklahan yang berbeda pula. Perkembangan
bentuklahan juga tidak terlepas dari struktur
geologinya yang merupakan faktor penentu utama dalam evolusi bentuklahan. Struktur geologi akan mempengaruhi kecepatan
perkembangan bentuklahan. Faktor lainnya adalah proses-proses geomorfik yang
berbeda terhadap bentuklahan. Masing-masing proses geomorfik tersebut akan
mengembangkan karakteristiknya sendiri-sendiri. Hal tersebut juga akan menghasilkan
bentuklahan yang berbeda.
Dari beberapa faktor atau konsep
dasar di atas berbagai bentuklahan dapat dihasilkan. Salah satunya adalah
bentuklahan fluvial. Dari uraian di atas juga dapat diketahui sedikit gambaran perkembangan
bentuklahan fluvial yakni dengan menghubungkan konsep dasarnya. Meski demikian,
perlu dilakukan observasi lapangan dan dekskripsi berdasarkan kajian pustaka untuk
mengetahui perkembangan bentuklahan fluvial. Observasi lapangan dilakukan untuk
melihat secara langsung keadaan suatu bentuklahan yang akan diteliti. Kegiatan
tersebut juga dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang akan diteliti.
Sedangkan deskripsi berdasarkan kajian pustaka dilakukan dengan cara
menyesuaikan data dengan teori-teori yang sudah ada dan sesuai dengan kaidah
ilmiah yang berlaku. Kemudian akan
didapat penjelasan dan kesimpulan yang berisi hasil dari observasi lapangan.
Berkaitan dengan penulisan artikel
ini, penulis berusaha menjelaskan bentuklahan fluvial khususnya bentuklahan
fluvial sungai progo di Desa Candirejo Borobudur Kabupaten Magelan dengan cara
mendeskripsikan kondisi bentuklahannya dengan kajian pustaka yang dipelajari.
Kajian pustaka yang dipelajari berasal dari sumber-sumber buku yang relevan dan
reliabel, jurnal ilmiah, dan diktat kuliah.
Kajian Pustaka
Awal
mula terbentuknya bentuklahan fluvial
Proses
pembentukan bentuklahan fluvial diawali dengan turunnya hujan yang jatuh ke
permukaan tanah. Air hujan diserap oleh lapisan tanah(infiltrasi). Ketika tanah
tidak mampu lagi untuk melakuan infiltrasi air hujan, maka jatuhan air hujan
akan menjadi limpasan yang mengalir kesegala arah (overland flow) Sedikit demi sedikit jatuhan hujan akan mengikis
permukaan tanah dan mulai terbentuk alur-alur(rill). Proses selanjutnya adalah alur-alur akan terkikis dan
berubah menjadi parit (gully).
Pengikisan semakin hebat terjadi pada sisi samping dan dasar gully hingga menjadi semakin lebar dan dalam hingga akhirnya menjadi sebuah
lembah (valley). Limpasan air yang
berasal dari air hujan yang tdak terserap tanah kemudian mengisi bagian lembah
dan menjadi aliran permanen, Selain berasal dari limpasan permukaan, air juga
berasal dari rembesan pada dinding lembah setelah sebelumnya terinfiltrasi oleh
tanah. Kemudian, air tanah yang berada pada zona jenuh air akan keluar melalui
sisi samping lembah bahkan pada dasar aliran. Pada saat inilah mulai terbentuk
aliran sungai yang mengalir secara terus menerus.
Konsep
bentuklahan fluvial.
Bentuklahan
fluvial merupakan bentuk lahan yang berhubungan dengan proses kerja aliran
sungai. Bentuklahannya meliputi penimbunan
sedimen dan lembah sungai besar dan untuk menyatakan cakupan wilayanya dikenal
istilah Daerah Aliran Sungai (DAS). Proses yang berlangsung pada bentuklahan
fluvial antara lain yaitu:erosi, transportasi, dan deposisi (Charlton, 2008).
Masing-masing proses mempunyai wilayah atau zona tersendiri dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Karakterisitik proses erosi terdapat pada sungai
berstadium muda. Menurut Lobeck (dalam Lobeck, 1939) sungai berstadium muda
merupakan aliran yang memiliki kecepatan dan volume yang mampu untuk mengangkut
muatan sedimennya dan pada saat bersamaan mampu untuk mengerosi salurannya.
Berdasarkan definis Lobeck tersebut, maka sungai muda dapat dijumpai pada
daerah hulu. Karena pada daerah tersebut gradiennya besar sehingga berpengaruh
pada kecepatan yang tinggi pula. Kecepatanya yang tinggi tersebut mampu
mengerosi material yang berada di sekitar aliran.
Wilayah
proses transportasi dapat dijumpai pada wilayah sungai berstadium dewasa. Pada
wilayah tersebut, gradien sungai sudah mulai landai. Kekuatan untuk mengerosi
pun berkurang. Namun, kekuatan aliran masih mampu untuk mengangkut muatan hasil
dari erosi di bagian hulu. Proses selanjutnya adalah pengendapan muatan aliran
atau deposisi. Proses deposisi ini terjadi ketika muatan yang terangkut sudah
terlampau banyak dan kekuatan aliran untuk mengangkut muatannya lemah. Pada
saat itulah muatan sedikit demi sedikit diendapkan. Proses deposisi ini
biasanya banyak dijumpai pada sungai berstadium tua.
Namun
demikian, proses tersebut tidak mesti terjadi pada satu wilayah yang tertentu
saja. Bisa saja di wilayah transportasi dapat terjadi proses erosi bahkan
deposisi. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: gradien
sungai dan jenis muatan angkutan. Gradien sungai sangat mempengaruhi proses
fluvial karena tingkat kemiringan suatu aliran akan menentukan kecepatan aliran
sungai. Semakin besar gradiennya, maka semakin cepat aliran yang mengalir. Hal
tersebut berimplikasi pada kekuatan aliran untuk mengerosi material yang
semakin besar. Sebaliknya, semakin kecil gradiennya, maka semakin rendah
kecepatannya alirannya dan kemampuan untuk mengerosi juga semakin berkurang.
Material
yang terangkut akan mempengaruhi bentuklahan fluvial yang dihasilkan dan proses
yang sedang berlangsung. Jenis muatan dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu: suspended load, bed load, dan dissolved load. Muatan dasar (bed load) terdiri dari batuan-batuan
kecil dan sedang serta kulit batuan yang baru terkelupas hasil dari proses
pelapukan. Material-material tersebut mempunyai ukuran dan massa yang besar
sehingga hanya berguling atau melompat-lompat di dasar sungai. Gerakan dari muatan
dasar dengan kecepatan aliran yang tinggi mampu mengikis dasar aliran sungai
dan membuat sungai semakin dalam . Sedangkan, apabila tenaga pengangkut mulai
melemah, maka kekuatan muatan dasar untuk mengikis dasar aliran menjadi
berkurang dan muatan tersebut mulai terendapkan. Endapan dari material dasar yang
sudah terlampau banyak dan mencapai permukaan aliran akan diterobos oleh aliran
permukaan yang masih kuat dan membentuk pola aliran teranyam atau (braided stream). Muatan selanjutnya
adalah muatan tersuspensi (suspended load).
Dari asal katanya, suspend berarti
menunda, menunda untuk diendapkan. Muatan yang terangkut akan ditunda
pengendapannya dan hanya melayang-layang dan digerakan oleh turbulensi arus di
dalam aliran. Muatan tersuspensi terdiri dari partikel debu, pasir, dan lempung
yang memiliki bentuk yang kecil dan massanya ringan. Akumulasi muatan
tersuspensi yang banyak akan menyebabkan kecepatan aliran berkurang dan tenaga
untuk mengerosi juga berkurang. Oleh karena itu, muatan tersuspensi hanya mampu
mengikis secara lateral (menyamping). Akibat erosi lateral tersebut, maka akan
membentuk aliran yang berkelok-kelok atau meander
stream. Jenis muatan yang ketiga
adalah materil terlarut (dissolved load).
Muatan tersebut berupa ion-ion yang tidak nampak dan tidak terlalu berpengaruh
terhadap proses erosi.
Bentuklahan
hasil proses fluvial
Proses
fluvial akan menghasilkan suatu bentuklahan yang disebut bentuklahan fluvial
(fluvial landform). Hal tersebut sesuai dengan konsep geomorfologi bahwa
proses-proses geomorfik yang berbeda akan meninggalkan jejak tertentu pada
bentuk lahan dan masing proses geomorfik akan mengembangkan himpunan
karakteristiknya sendiri. Berdasarkan konsep tersebut juga menyebabkan variasi
bentuklahan fluvial. Variasi bentuklahan fluvial disebabkan oleh agen-agen yang
bekerja terhadapnya. Ada beberapa bentuklahan yang dihasilkan dari proses
fluvial, antara lain:
1. Kipas
aluvial (aluvial fans)
Kipas aluvial adalah bentuklahan hasil
dari akumulasi sedimen yang telah
diendapkan akibat adanya aliran dari daerah atas yang berarus deras menuju
daerah datar sehingga sedimen akan menyebar dan terendapkan menyerupai kipas
(Schumm dkk., 1987). Proses terbentuknya kipas aluvial diawali apabila muatan sungai
sudah terlampau banyak mengalir ke daerah rendah dan terdapat perbedaan derajat
kemiringan. Akibat perbedaan kemiringan tersebut, muatan akan terendapkan dan
tersebar. Kipas aluvial dicirikan oleh sistem distribusi alur yang radial dan
teranyam (braided). Dimulai pada
daerah lembah yang sempit akan terbentuk kepala kipas (apex). Kemudian berangsur-angsur ke bawah anyamannya menjadi
semakin besar. Muatan yang diendapkan didominasi oleh muatan dasar (bed load) terutama
gravel. Karena kipas aluvial berada di daerah yang relatif datar, maka material
yang kasar akan di bagian atas. Sedangkan material yang lebih halus diendapkan
di bagian yang lebih bawah.
2. Crevasse-splays
Crevasse-splays merupakan bentuklahan
hasil endapan yang masuk ke dalam celah-celah yang sejajar dengan lengkunga
sungai (belokan sungai). Bentuklahan tersebut terbentuk apabila banjir besar
menghantam dinding lengkungan sungai bagian luar yang rendah. Akibat kecepatan
aliran yang sangat kuat, lekukan tersebut terpotong dan membentuk celah atau
crevasse. Sedimen yang terangkut kemudian meluap`ke dataran banjir membentuk
lidah sedimen.
3. Dataran
banjir (floodplain).
Dataran banjir adalah bentuklahan hasil
dari deposisi aliran yang paling umum dijumpai (Morisawa, 1968). Hasil endapan material
sungai yang terbetuk karena adanya perpindahan arus ke arah lengkungan luar (outer band). Pada bagian dalam
lengkungan yang berarus lemah, material sedimen terendapkan dan membentuk
sedimen yang berbentuk bulan sabit. Dataran banjir ini mencakup daerah yang
luas dan merupakan produk utama dari proses fluvial (Thornbury, 1969).
4. Teras
Aluvial
Teras aluvial dalah bentuklahan yang
ditandai oleh adanya dinding tebing yang curam di satu sisi dan lembah di sisi
yang lain. Bentuklahan tersebut terbentuk dari pemotongan ke bawah (downcutting) pada lembah yang lebar. Di
saat yang bersamaan, terjadi erosi lateral pada sisi samping lembah. Sehingga
akan menyebabkan arus sungai berpindah ke tempat yang lebih rendah. Sedangkan,
pada bagian lembah yang lebih tinggi terbentuk teras aluvial.
5. Point
Bar
Point bar merupakan akumulasi deposisi
sedimen sungai yang biasanya terdapat pada sungai dengan pola meandering. Deposisi
sedimen terjadi pada bagian dalam lengkungan sungai (inner band) yang memiliki
arus yang mengalir lemah. Sedangkan pada sisi luar (outer band), terjadi erosi
menyamping karena pada bagian tersebut arus yang mengalir kuat dan mampu untuk
melakukan erosi lateral pada dinding sungai.
6. Delta
Delta merupakan bentuk lahan
deposisional yang terbentuk pada muara sungai dimana akumulasi sedimen
dihasilkan secara tidak teratur sepanjang garis pantai (Coleman, dalam ritter
dkk., 1995). Delta mirip dengan kipas aluvial. Hanya saja pengendapan pada
delta berlangsung di muara sungai yang berbatsan dengan tubuh air yang luas.
Bentuklahan Asal Proses
Fluvial Sungai Progo di Desa Candirejo Borobudur Magelang
Sungai
Progo merupakan salah satu aliran sungai yang melewati wilayah Kabupaten
Magelang. Daerah Aliran Sungainya membentang dari Kabupaten Temanggung hingga
bermuara di Pesisir Selatan Kulonprogo. Beberapa anak sungainya mempunyai hulu
di sekitar Gunung Merapi dan Merbabu. Sehingga sebagian muatannya berasal dari
hasil erosi pada kedua daerah tersebut. Proses terbentuknya Sungai Progo
diawali oleh hujan yang jatuh di bagian hulu di sekitar Temanggung. Kemudian setelah
tanah tidak lagi mampu menyerap air hujan, maka air hujan tersebut menjadi
limpasan yang mangalir di atas permukaan tanah (overland flow), Limpasan
tersebut perlahan mengikis permukaan dan terbentuklah alur-alur(rill). Pada
alur yang lebih besar akan terbentuk parit (gully). Proses selanjutnya parit
tersebut terus-menerus tererosi sehingga semakin dalam dan melebar membentuk
lemabh (valley). Pada lembah itulah air yang berasal dari limpasan maupun
rembesan akan terkumpul menjadi aliran sungai. Aliran pada daerah hulu akan
banyak mengerosi dan hasilnya akan diangkut menuju bagian yang lebih rendah
dalam hal ini di angkut menuju Sungai Progo di Desa Candirejo.
Secara
umum, bentuklahan Sungai Progo di Desa Candirejo merupakan daerah transportasi
dan tergolong sungai dalam fase stadium dewasa. Namun, di daerah tersebut juga
terdapat proses erosi dan sedimentasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh gradien
lembah yang berada di Desa Candirejo sudah relatif landai. Sehingga
mempengaruhi kecepatan dan kekuatan aliran menjadi berkurang. Faktor muatan
yang terangkut juga mempengaruhi proses yang sedang berlangsung pada derah
tersebut. Muatan dasar yang memiliki massa yang sedang akan mudah terendapkan
maka terjadilah deposisi sedimen muatan pada daerah transportasi tersebut.
Nmaun, jika muatan dasar terangkut oleh aliran yang kuat maka akan mampu untuk
mengerosi bagian dasar sungai. Terjadilah proses erosi dasar sungai yang
membuat sungai semakin dalam. Pada muatan yang tersuspensi dan tenaga
pengakutnya emah, maka erosi hanya secara menyamping (lateral).
Dari
proses tersebut dapat membentuk variasi bentuklahan di Sungai Progo. Kombinasi
antara muatan dasar yang terendapkan dengan aliran yang lemah maka akan membentuk
pola aliran yang teranyam. Pada pola ini, aliran yang sudah tidak mampu membawa
muatan dasar akan menerobos dan membentuk celah-celah aliran. Namun, pada
akhirnya celah tersebut akan kembali pada satu titik aliran.
Selain
pola aliran teranyam, pada Sungai Progo juga dapat ditemukan pola aliran
berkelok (meander stream). Prosesnya
dipengaruhi oleh kombinasi antara muatan yang terangkut dan kecepatan aliran.
Muatan yang terangkut adalah jenis muatan tersuspensi (suspended stream) yang berupa debu, lempung, dan pasir. Muatan
tersebut bergerak melayang-layang di dalam aliran akibat adanya turbulensi
arus. Pada saat bersamaan, kecepatan aliran pengangkut berkurang yang
disebabkan oleh banyak muatan dan gradien yang relatif datar. Sehingga
menyebabkan tenaga untuk mengerosi berkurang dan hanya mengerosi ke arah
samping. Proses tersebut terus berulang dan membetuk kelolan-kelokan aliran.
Namun demikian, meander stream yang
terdapat pada Sungai Progo di Desa
Candirejo tidaklah terlalu berkelok. Hal ini karena masih dipengaruhi oleh
jumlah muatan tersuspensi tidak terlalu banyak dan muatan alirannya didominasi
oleh muatan dasar (bed load) yang menjadi agen utaman erosi dasar aliran dan
pembentukan aliran teranyam (tergantung kekuatan aliran dan jumlah muatan
dasarnya).
Pada
aliran sungai berpola meander dapat
dijumpai bentuklahan hasil endapan sedimen yang disebut point bar. Bentuklahan serupa dapat dijumpai pada Sungai Progo di
Desa Candirejo. Seperti yang terlihat pada Gambar 01. Point bar tersebut
terbentuk oleh pengendapan muatan aliran yang lemah pada bagian dalam
lengkungan (inner band). Sedangkan,
aliran yang kuat menuju ke bagian luar lengkungan (outer band) dan mengerosi secara lateral. Kebanyakan material yang
terkumpul berupa gosong-gosong pasir yang terkumpul dalam satu titik Mak dari
itu bentuklahan yang dimaskud dinamakan point bar (titik kumpul gosong-gosong).
Bentuklahan
selanjutnya adalah dataran banjir. Proses terbentuknya hampir sama dengan point bar namun dalam jumlah yang banyak
dan wilayah yang luas. Dataran banjir di Sungai Progo ini dipengaruhi oleh
morpologi lembah sungai yang datar. Biasanya terdapat pada sungai berstadium
dewasa yang memiliki banyak dan tenaga pengangkutnya mulai berkurang. dima
erosi yang berlangsung adalah erosi lateral. Erosi lateral tersebut terjadi
pada sisi luar lengkungan dengan aliran yang kuat. Sebaliknya, pada bagian
dalam aliran yang mengalir lemah dan mengendapkan sedimen muatan sedimen inilah
yang terkumpul menjadi dataran banjir.
Kesimpulan
Bentuklahan
asal proses fluvial Pada Sungai Progo di Desa Candisari dicirikan oleh berbagai
variasi bentuklahan antara lain:pola aliran meander dan braided stream, point
bar dan dataran banjir. Sungai Progo di Desa Candisari merupakan sungai
berstadium tuda dan termasuk dalam zona transportasi. Meski demikian, pada
daerah tersebut juga dapat terjadi proses erosi dan deposisi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor gradien dan muatan yang terangkut. Kedua faktor
tersebut juga berpengaruh terhadap pembentukan pola aliran baik meander stream maupun braided stream.
DAFTAR
PUSTAKA
Lobeck,
A.K.. 1939. Geomorphology An Introduce to
the Study of Landscapes. New York: McGraw-hill Book Company, Inc.
Morisawa,
Marie. 1968. Streams Their Dynamics and
Morphology. New York: McGraw-hill Book Company, Inc.
Schumm,
Stanley A.. 1987. Experimental Fluvial
Geomorphology. New York: New York:John Willey and Sons, Inc.
Thornburry,
Willian D.. 1969. Principles of Geomorphology Second Edition. New York:John Willey
and Sons, Inc.
Ashari,
Arif. 2013. Bahan Kuliah 4 Fluvial Geomorphology. Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Geografi FIS UNY.
Sumber
gambar 02 dan 04: maps.google.com. Diakses pada 04 November 2013.